Minggu, 23 Juni 2013

SHOLAT TARAWIH


Tarawih merupakan bentuk jamak dari kata tarwihah. Secara bahasa berarti jalsah (duduk). Kemudian perbuatan duduk pada bulan Ramadhan setelah selesai shalat malam 4 rakaat disebut tarwihah; karena dengan duduk itu orang-orang bisa beristirahat setelah lama melaksanakan qiyam Ramadhan.
Menegakkan Shalat malam atau tahajud atau tarawih dan shalat witir di bulan Ramadhan merupakan amalan yang sunnah. Bahkan orang yang menegakkan malam Ramadhan dilandasi dengan keimanan dan mengharap pahala dari Allah akan diampuni dosa-dosa yang telah lalu.
Sebagaimana dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ قاَمَ رَمَضَانَ إِيـْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ »
“Siapapun yang menegakkan bulan Ramadhan dengan keimanan dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Muslim 1266)
Pada asalnya shalat sunnah malam hari dan siang hari adalah satu kali salam setiap dua rakaat. Berdasarkan keterangan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah shalat malam itu?” Beliau menjawab:
« مَثْنىَ مَثْنىَ فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ »
“Dua rakaat – dua rakaat. Apabila kamu khawatir mendapati subuh, maka hendaklah kamu shalat witir satu rakaat.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu yang lain dikatakan:
« صَلاَةُ اللَّيْلِ وَ النَّهَارِ رَكْعَتَانِ رَكْعَتَانِ »
“Shalat malam hari dan siang hari itu dua rakaat – dua rakaat.” (HR Ibn Abi Syaibah) (At-Tamhiid, 5/251; Al-Hawadits, 140-143; Fathul Bari’ 4/250; Al-Muntaqo 4/49-51)
Maka jika ada dalil lain yang shahih yang menerangkan berbeda dengan tata cara yang asal (dasar) tersebut, maka kita mengikuti dalil yang shahih tersebut. Adapun jumlah rakaat shalat malam atau shalat tahajud atau shalat tarawih dan witir yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah lebih dari 11 atau 13 rakaat.
Shalat tarawih dianjurkan untuk dilakukan berjamaah di masjid karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukan hal yang sama walaupun hanya beberapa hari saja. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari Nu’man bin Basyir rahimahullah, ia berkata:
“Kami melaksanakan qiyamul lail bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam 23 Ramadhan sampai sepertiga malam. Kemudian kami shalat lagi bersama beliau pada malam 25 Ramadhan sampai separuh malam. Kemudian beliau memimpin lagi pada malam 27 Ramadhan sampai kami menyangka tidak akan sempat mendapati sahur.” (HR. Nasa’i, Ahmad, Al-Hakim, Shahih)
Beserta sebuah Hadits dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu dia berkata:
Kami puasa tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memimpin kami untuk melakukan shalat (tarawih) hingga Ramadhan tinggal tujuh hari lagi, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami kami shalat sampai lewat sepertiga malam. Kemudian beliau tidak keluar lagi pada malam ke enam (tinggal 6 hari lagi – pent). Dan pada malam ke lima (tinggal 5 hari – pent) beliau memimpin shalat lagi sampai lewat separuh malam. Lalu kami berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Seandainya engkau menambah lagi untuk kami sisa malam kita ini?’, maka beliau bersabda:
« مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتىَّ يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ »
“Barang siapa shalat tarawih bersama imam sampai selesai maka ditulis baginya shalat malam semalam suntuk.”
Kemudian beliau tidak memimpin shalat lagi hingga Ramadhan tinggal tiga hari. Maka beliau memimpin kami shalat pada malam ketiga. Beliau mengajak keluarga dan istrinya. Beliau mengimami sampai kami khawatir tidak mendapatkan falah. Saya (perowi) bertanya ‘apa itu falah?’ Dia (Abu Dzar) berkata ’sahur’. (HR. Nasa’i, Tirmidzi, Ibn Majah, Abu Daud, Ahmad, Shahih)
Hadits itu secara gamblang dan tegas menjelaskan bahwa shalat berjamaah bersama imam dari awal sampai selesai itu sama dengan shalat sendirian semalam suntuk. Hadits tersebut juga sebagai dalil dianjurkannya shalat malam dengan berjamaah.
Bahkan diajurkan pula terhadap kaum perempuan untuk shalat tarawih secara berjamaah, hal ini sebagaimana yang diperintahkan oleh khalifah Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu yaitu beliau memilih Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu untuk menjadi imam untuk kaum lelaki dan memilih Sulaiman bin Abu Hatsmah radhiyallahu ‘anhu untuk menjadi imam bagi kaum wanita.
Tata Cara Shalat Malam
Perlu kita ketahui bahwa tata cara shalat malam atau tarawih dan shalat witir yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu ada beberapa macam. Dan tata cara tersebut sudah tercatat dalam buku-buku fikih dan hadits. Tata cara yang beragam tersebut semuanya pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum. Semua tata cara tersebut adalah hukumnya sunnah.
Maka sebagai perwujudan mencontoh dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka hendaklah kita terkadang melakukan cara ini dan terkadang melakukan cara itu, sehingga semua sunnah akan dihidupkan. Kalau kita hanya memilih salah satu saja berarti kita mengamalkan satu sunnah dan mematikan sunnah yang lainnya. Kita juga tidak perlu membuat-buat tata cara baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau mengikuti tata cara yang tidak ada dalilnya.
Shalat tarawih sebanyak 13 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
  1. Beliau membuka shalatnya dengan shalat 2 rakaat yang ringan.
  2. Kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang panjang.
  3. Kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan tiap rakaat yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya hingga rakaat ke-12.
  4. Kemudian shalat witir 1 rakaat.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Zaid bin Kholid al-Juhani, beliau berkata: “Sesungguhnya aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam, maka beliau memulai dengan shalat 2 rakaat yang ringan, Kemudian beliau shalat 2 rakaat dengan bacaan yang panjang sekali, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat witir 1 rakaat.” (HR. Muslim)
Faedah, Hadits ini menjadi dalil bolehnya shalat iftitah 2 rakaat sebelum shalat tarawih.
Shalat tarawih sebanyak 13 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
  1. Melakukan shalat 8 rakaat dengan sekali salam setiap 2 rakaat.
  2. Kemudian melakukan shalat witir langsung 5 rakaat sekali salam.
Hal ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan tidur malam, maka apabila beliau bangun dari tidur langsung bersiwak kemudian berwudhu. Setelah itu beliau shalat delapan rakaat dengan bersalam setiap 2 rakaat kemudian beliau melakukan shalat witir lima rakaat yang tidak melakukan salam kecuali pada rakaat yang kelima.”
Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
  1. Melakukan shalat 10 rakaat dengan sekali salam setiap 2 rakaat.
  2. Kemudian melakukan shalat witir 1 rakaat.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلّ الله عليه و سلّم يُصَلىِّ فِيْمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِوَ هِيَ الَّتِي يَدْعُوْ النَّاسُ الْعَتَمَةَإِلىَ الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُسَلَّمُ بَيْنَ كُلّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوْتِرُ بِوَاحِدَةٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam atau tarawih setelah shalat Isya’ – Manusia menyebutnya shalat Atamah – hingga fajar sebanyak 11 rakaat. Beliau melakukan salam setiap dua rakaat dan beliau berwitir satu rakaat.” (HR. Muslim)
Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
  1. Melakukan shalat 8 rakaat dengan sekali salam setiap 4 rakaat.
  2. Kemudian shalat witir langsung 3 rakaat dengan sekali salam.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Aisyah, beliau berkata:
مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلّ الله عليه و سلّم يَزِيْدُ فِي رَمَضَانَ وَ لاَ فِي غَيْرِهِ إِحْدَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى أَرْبَعًا، فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَ طُوْلَـهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَ طُوْلَـهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثاً
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah bilangan pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada bulan selain Ramadhan dari 11 Rakaat. Beliau shalat 4 rakaat sekali salam maka jangan ditanya tentang kebagusan dan panjangnya, kemudian shalat 4 rakaat lagi sekali salam maka jangan ditanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian shalat witir 3 rakaat.” (HR Muslim)
Tambahan: Tidak ada duduk tahiyat awal pada shalat tarawih maupun shalat witir pada tata cara poin ini, karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut. Bahkan ada larangan menyerupai shalat maghrib.
Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
  1. Melakukan shalat langsung sembilan rakaat yaitu shalat langsung 8 rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan tanpa salam kemudian berdiri 1 rakaat lagi kemudian salam.
  2. Kemudian shalat 2 rakaat dalam keadaan duduk.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata:
كُناَّ نُعِدُّ لَهُ سِوَاكَهُ وَ طَهُوْرَهُ، فَيَـبْعَثُهُ اللهُ مَا شَاءَ أَنْ يَـبْعَثَهُ مِنَ الَّيْلِ، فَيَتَسَوَّكُ وَ يَتَوَضَأُ وَ يُصَلِى تِسْعَ رَكْعَةٍ لاَ يَـجْلِسُ فِيْهَا إِلاَّ فِي الثَّامِنَةِ فَيَذْكُرُ اللهَ وَ يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ، ثُمَّ يَنْهَضُ وَ لاَ يُسَلِّمُ ثُمَّ يَقُوْمُ فَيُصَلِّى التَّاسِعَةَ، ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللهَ وَ يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيْمًا يُسْمِعْناَ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ مَا يُسَلِمُ وَ هُوَ قَاعِدٌ (رواه مسلم)
“Kami dahulu biasa menyiapkan siwak dan air wudhu untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, atas kehendak Allah beliau selalu bangun malam hari, lantas tatkala beliau bangun tidur langsung bersiwak kemudian berwudhu. Kemudian beliau melakukan shalat malam atau tarawih 9 rakaat yang beliau tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan lantas membaca pujian kepada Allah dan shalawat dan berdoa dan tidak salam, kemudian bangkit berdiri untuk rakaat yang kesembilan kemudian duduk tahiyat akhir dengan membaca dzikir, pujian kepada Allah, shalawat dan berdoa terus salam dengan suara yang didengar oleh kami. Kemudian beliau melakukan shalat lagi 2 rakaat dalam keadaan duduk.” (HR. Muslim 1233 marfu’, mutawatir)
Faedah, Hadits ini merupakan dalil atas:
  1. Bolehnya shalat lagi setelah shalat witir.
  2. Terkadang Nabi shalat witir terlebih dahulu baru melaksanakan shalat genap.
  3. Bolehnya berdoa ketika duduk tasyahud awal.
  4. Bolehnya shalat malam dengan duduk meski tanpa uzur.
Shalat tarawih sebanyak 9 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
  1. Melakukan shalat dua rakaat dengan bacaan yang panjang baik dalam berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
  2. Setelah bangun kemudian shalat 2 rakaat lagi dengan bacaan yang panjang baik ketika berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
  3. Setelah bangun kemudian shalat 2 rakaat lagi dengan bacaan yang panjang baik ketika berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
  4. Setelah bangun shalat witir 3 rakaat.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
ثُمَّ قَامَ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ فَأَطَالَ فِيْهْمَا الْقِيَامَ وَ الرُّكُوْعَ وَ السُّجُوْدَ ثُمَّ انْصَرَفَ فَنَامَ حَتَّى نَفَغَ ثُمَّ فَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ سِتُّ رَكَعَاتٍ كُلُّ ذَلِكَ يَشْتاَكُ وَ يَتَوَضَأُ وَ يَقْرَأُ هَؤُلاَءِ الآيَاتِ ثُمَّ أَوْتَرَ بِثَلاَثٍ
“…Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri melakukan shalat 2 rakaat maka beliau memanjangkan berdiri, rukuk dan sujudnya dalam 2 rakaat tersebut, kemudian setelah selesai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbaring sampai mendengkur. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi hal tersebut sampai 3 kali sehingga semuanya berjumlah 6 rakaat. Dan setiap kali hendak melakukan shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak kemudian berwudhu terus membaca ayat (Inna fii kholqis samawati wal ardhi wakhtilafil laili… sampai akhir surat) kemudian berwitir 3 rakaat.” (HR. Muslim)
Faedah, Hadits ini juga menjadi dalil kalau tidur membatalkan wudhu
Shalat tarawih sebanyak 9 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
  1. Melakukan shalat langsung 7 rakaat yaitu shalat langsung 6 rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat yang ke-6 tanpa salam kemudian berdiri 1 rakaat lagi kemudian salam. Maka sudah shalat 7 rakaat.
  2. Kemudian shalat 2 rakaat dalam keadaan duduk.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah yang merupakan kelanjutan hadits no.5 beliau berkata: “Maka tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah tua dan mulai kurus maka beliau melakukan shalat malam atau tarawih 7 rakaat. Dan beliau melakukan shalat 2 rakaat yang terakhir sebagaimana yang beliau melakukannya pada tata cara yang pertama (dengan duduk). Sehingga jumlah seluruhnya 9 rakaat.” (HR. Muslim 1233)
Disunnahkan pada shalat witir membaca surat “Sabbihisma…” pada rakaat yang pertama dan membaca surat al-Ikhlas pada rakaat yang kedua dan membaca surat al-Falaq atau an-Naas pada rakaat yang ketiga. Atau membaca surat “Sabbihisma…” pada rakaat yang pertama dan membaca surat al-Kafirun pada rakaat yang kedua dan membaca al-Ikhlas pada rakaat yang ketiga.
Tata cara tersebut di atas semua benar. Boleh melakukan shalat malam atau tahajud atau tarawih dan witir dengan cara yang dia sukai, tetapi yang lebih afdhol adalah mengerjakan semua tata cara tersebut dengan berganti-ganti. Karena bila hanya memilih satu cara berarti menghidupkan satu sunnah tetapi mematikan sunnah yang lainnya. Bila melakukan semua tata cara tersebut dengan berganti-ganti berarti telah menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang banyak ditinggalkan oleh kaum Muslimin.
Adapun pada zaman Khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu Kaum muslimin melaksanakan shalat tarawih sebanyak 11 rakaat, 13 rakaat, 21 rakaat dan 23 rakaat. Kemudian 39 rakaat pada zaman khulafaur rosyidin setelah Umar radhiyallahu ‘anhu tetapi hal ini khusus di Madinah. Hal ini bukanlah bid’ah (sehingga sama sekali tidak bisa dijadikan dalil untuk adanya bid’ah hasanah) karena para sahabat memiliki dalil untuk melakukan hal ini (shalat tarawih lebih dari 13 rakaat). Dalil tersebut telah disebutkan di atas ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang shalat malam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
« مَثْنىَ مَثْنىَ فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ »
“Dua rakaat – dua rakaat. Apabila kamu khawatir mendapati subuh, maka hendaklah kamu shalat witir satu rakaat.” (HR. Bukhari)
Pada hadits tersebut jelas tidak disebutkan adanya batasan rakaat pada shalat malam baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Batasannya adalah datangnya waktu subuh maka diperintahkan untuk menutup shalat malam dengan witir.
Para ulama berbeda sikap dalam menanggapi perbedaan jumlah rakaat tersebut. Jumhur ulama mendekati riwayat-riwayat tersebut dengan metode al-Jam’u bukan metode at-Tarjih (Metode tarjih adalah memilih dan memakai riwayat yang shahih serta meninggalkan riwayat yang lain atau dengan kata lain memilih satu pendapat dan meninggalkan pendapat yang lain. Hal ini dipakai oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam menyikapi perbedaan jumlah rakaat ini. Metode al-Jam’u adalah menggabungkan yaitu memakai semua riwayat tanpa meninggalkan dan memilih satu riwayat tertentu. Metode ini dipilih oleh jumhur ulama dalam permasalahan ini). Berikut ini beberapa komentar ulama yang menggunakan metode penggabungan (al-Jam’u) tentang perbedaan jumlah rakaat tersebut:
  • Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Ia boleh shalat 20 rakaat sebagaimana yang masyhur dalam mazhab Ahmad dan Syafi’i. Boleh shalat 36 rakaat sebagaimana yang ada dalam mazhab Malik. Boleh shalat 11 dan 13 rakaat. Semuanya baik, jadi banyak atau sedikitnya rakaat tergantung lamanya bacaan atau pendeknya.” (Majmu’ al-Fatawa 23/113)
  • Ath-Thartusi berkata: “Para sahabat kami (malikiyyah) menjawab dengan jawaban yang benar, yang bisa menyatukan semua riwayat. Mereka berkata mungkin Umar pertama kali memerintahkan kepada mereka 11 rakaat dengan bacaan yang amat panjang. Pada rakaat pertama imam membaca 200 ayat karena berdiri lama adalah yang terbaik dalam shalat. Tatkala masyarakat tidak kuat lagi menanggung hal itu maka Umar memerintahkan 23 rakaat demi meringankan lamanya bacaan. Dia menutupi kurangnya keutamaan dengan tambahan rakaat. Maka mereka membaca surat Al-Baqarah dalam 8 rakaat atau 12 rakaat.”
  • Imam Malik rahimahullah berkata: “Yang saya pilih untuk diri saya dalam qiyam Ramadhan adalah shalat yang diperintahkan Umar yaitu 11 rakaat itulah cara shalat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun 11 dekat dengan 13.
  • Syaikh Abdul ‘Aziz bin Bazz berkata: “Sebagian mereka mengira bahwa tarawih tidak boleh kurang dari 20 rakaat. Sebagian lain mengira bahwa tarawih tidak boleh lebih dari 11 atau 13 rakaat. Ini semua adalah persangkaan yang tidak pada tempatnya, BAHKAN SALAH. Bertentangan dengan hadits-hadits shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa shalat malam itu muwassa’ (leluasa, lentur, fleksibel). Tidak ada batasan tertentu yang kaku yang tidak boleh dilanggar.”
Adapun kaum muslimin akhir jaman di saat ini khususnya di Indonesia adalah umat yang paling lemah. Kita shalat 11 rakaat (Paling sedikit) dengan bacaan yang pendek dan ada yang shalat 23 rakaat dengan bacaan pendek bahkan tanpa tu’maninah sama sekali!!!
Doa Qunut dalam Shalat Witir
Doa qunut nafilah yakni doa qunut dalam shalat witir termasuk amalan sunnah yang banyak kaum muslimin tidak mengetahuinya. Karena tidak mengetahuinya banyak kaum muslimin yang membid’ahkan imam yang membaca doa qunut witir. Kadang-kadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai qunut dalam shalat witir dan terkadang tidak. Hal ini berdasarkan hadits:
كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقْنُتُ فِي رَكْعَةِ الْوِتْرِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang membaca qunut dalam shalat witir.” (HR. Ibnu Nashr dan Daraquthni dengan sanad shahih)
يَجْعَلُهُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ
“Beliau membaca qunut itu sebelum ruku.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Abu Dawud dan An-Nasa’i dalam kitab Sunanul Qubro, Ahmad, Thobroni, Baihaqi dan Ibnu ‘Asakir dengan sanad shahih)
Adapun doa qunut tersebut dilakukan setelah ruku’ atau boleh juga sebelum ruku’. Doa tersebut dibaca keras oleh imam dan diaminkan oleh para makmumnya. Dan boleh mengangkat tangan ketika membaca doa qunut tersebut.
Di antara doa qunut witir yang disyariatkan adalah:
« الَلَّهُمَّ اهْدِناَ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِناَ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّناَ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَباَرِكْ لَناَ فِيْماَ أَعْطَيْتَ، وَقِناَ شَرَّ ماَ قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّناَ وَتَعَالَيْتَ، لاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ »
Maraji’:
  1. Shohih Muslim
  2. Qiyaamur Ramadhan li Syaikh Al-Albanyrahimahullah
  3. Sifat Tarawih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
  4. Sifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
  5. Majalah As-Sunnah Edisi 07/1424H/2003M
  6. Tata Cara Shalat Malam Nabi oleh Ustadz Arif Syarifuddin, Lc.

CARA SEHAT MENURUT AGAMA ISLAM


PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia untuk membangun kemakmuran di bumi menuju kebahagian dunia dan akhirat.
Salah satu penunjang kebahagiaan tersebut adalah kesehatan. Agama Islam sangat mengutamakan kesehatan (lahir dan batin) dan menempatkannya sebagai nikmat hidup kedua setelah iman, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam “Mohonlah kepada Allah pengampunan, kesehatan (zhahir batin) dan keyakinan di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah tidak memberikan kepada seseorang setelah keyakinan (Iman) yang lebih baik daripada kesehatan.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah dan Abu Bakar, shahih sanadnya dari lbnu Abbas Radhiyallahuanh.
Dalam Al-Quran maupun Hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam banyak didapatkan pelajaran atau petunjuk cara hidup sehat yang telah terbukti kegunaannya pada diri Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan para sahabatnya
Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dalam tarikh diriwayatkan, beliau adalah sebagai seorang yang sangat sehat. Ini terbukti se!ama hidupnya 63 tahun beliau hanya sakit 2 kali, pada hal beliau adalah manusia biasa sebagaimana ditegaskan oleh Allah di dalam Al-Quran Surat Al-Kahfi 110 dan Surat Fussilat 6 yang artinya
Katakanlah ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku; Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Illah Yang Esa. (QS. 18:110; QS. 41:6)
Demikian pula kondisi kesehatan para sahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sangat baik. Terbukti oleh keluhan seorang Tabib hadiah Gubernur Romawi di Mesir Muqauqis kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Dia rnemohon diri untuk kembali ke negerinya karena sebagai tabib ternyata tidak banyak diperlukan oieh masyarakat
Madinah, sebab mereka hampir tak pernah sakit.
Keadaan ini tidak lain karena Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan para sahabatnya di
Madinah melakukan prinsip hidup sehat, berdasarkan petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena tanpa melakukan hidup sehat seseorang tidak akan mungkin hidup sehat.
Sebagaimana pula seseorang yang ingin pandai, tentu saja dia harus belajar. Seseorang yang ingin kaya tentu harus berusaha/bekerja. Tidak mungkin seseorang yang hanya duduk-duduk di rumah, tidak belajar atau tidak bekerja otomatis menjadi pandai atau kaya.

Beberapa Petunjuk Agama Yang Berhubungan Dengan Kesehatan
  1. MAKANAN
1. Dilarang makan berlebihan.
Dalam Al-Quran surat Al-A’raf:31 Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman yang artinya “…makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”(QS. 7:31).
Dan di dalam surat Thaha ayat 81, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Makanlah di antara rezki yang baik yang telah kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barangsiapa ditimpa oleh kernurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia. (QS. 20:81)
Dalam ayat-ayat ini dengan tegas Allah memerintahkan makan dan minum dan melarang berlebihan. Makan dan minum adalah suatu perintah yang harus dikerjakan, kalau tidak maka hukumnya telah bermaksiat kepada Allah (dosa). Demikian pula halnya makan dan minum yang berlebihan, yaitu melebihi dari keperluan tubuh. Maka yang demikian itu adalah merupakan larangan yang harus ditinggalkan. Apabila tidak dipatuhi maka berdosa hukumnya karena telah melanggar petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kesimpulannya adalah wajib seorang mukmin bertakwa kepada Allah. Artinya, dia wajib patuh melaksanakan peritah-Nya dan patuh meninggalkan larangan-Nya.
Dalam ilmu Kesehatan, makan dan minum merupakan sumber nutrisi untuk keperluan hidup yang normal. Jumlah dan macamnya harus sesuai dengan keperluan tubuh. Tidak boleh kekurangan dan tidak boleh berlebihan. Hal ini diajarkan di dalam suatu disiplin ilmu khusus yang disebut ilmu gizi. Bila kekurangan atau kelebihan maka tubuh akan mengalami gangguan kesehatan.
Sehubungan dengan ini Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah bersabda,“Tidaklah seorang manusia memenuhi satu wadah yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak manusia beberapa makanan yang dapat menegakkan tulang rusuknya, jika memang harus makan banyak maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya. (HR. Tirmidzi: 2302, Nasai dan lbn Majah, lihat Silsilah alShahihah: 2265)
Diriwayatkan, bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berperawakan atletis dengan perut yang datar tidak gendut sebagaimana orang-orang yang kelebihan makan.
Salah satu akibat dari makan berlebhan adalah tubuh menjadi gernuk [BMI > 25]* dan produksi berlebihan Radikal bebas. Kelebihan berat hadan, Radikal bebas ini dapat menimbulkan “resitensi insulin” atau “metabolites syndrome’, yang selanjunya akan memicu timbulnya penyakit-penyakit diabetes mellitus, hipertensi, hiperlpidemia dan hiperurikemia yang merupakan faktor resiko terjadinya “atherosklerosis” (penyumbatan pembuluh darah arteri) dengan manifestasi utamanya “Stroke”, Penyakit jantung -koroner dan Penyakit penyumbatan pembuluh darah tepi antara lain menimbulkan perlukaan dan kematian jaringan di kaki (“Gangren”), yang kadang-kadang sampai memerlukan amputasi.

2.Makan makanan yang sehat:
Allah berfirman yang artinya:
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”. (QS. 5:8)
Makanan yang halal adalah makanan yang tidak diharamkan oleh Allah . Dalam Al-Quran Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya,“Diharamkan bagi kamu sekalian bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas kecuali kamu sempat menyembelihnya, dan diharamkan bagi kamu sekalian hewan yang disembelih untuk berhala. (QS. AI-Maidah: 3)
Selanjutnya makanan yang thayyib artinya yang baik, tentunya dari segi ilmu makanan/gizi yaitu makanan yang cukup mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air.
Kita mengenal pola makanan 4 sehat 5 sempurna, yang terdiri dari:
a. Makanan pokok (nasi/jagung/ketela/sagu/roti/gandum dll)
b. Lauk (ikan/daging/telur/tahu/tempe dll)
c. Sayur (daun ketela/daun pepaya/kembang turi/buah nangka muda dli)
d. Buah (pisang/pepaya/jeruk/duku/jambu/nangka dll)
e. Susu
Kesemuanya ini diperintahkan oleh Allah sebagaimana dituliskan dalam Al-Quran, ”Dihalalkan bagi kamu sekalian binatang buruan laut (sungai, danau, kolam dll) dan makanan yang berasal dari laut.” (QS. Al-Maidah: 96)
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak benjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanva), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya) dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. 6:141)
Dan di antara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih, makanlah dari rezeki yang telah ditentukan Allah bagimu. dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan.’(QS.Al-An’am: 142).
Jenis makanan yang diperintahkan Allah sebagaimana ayat-ayat di atas telah mengandung unsur-unsur gizi yang diperlukan oleh sel-sel tubuh kita seperti karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin.
Dengan memakan makanan yang memenuhi unsur gizi ini (thayyib) diharapkan tubuh akan berada dalam keadaan yang optimal sehingga daya pertahanan tubuh menjadi maksimal dalam menolak segala macam penyakit seperti penyakit infeksi (Tifus, TBC, Demam Berdarah, Desentri, Hepatitis dll), Penyakit Alergi (Asma, Gatal-gatal, Pilek dll), Penyakit Degenerasi (Diabetes, Jantung koroner, Stroke, Alzeimer dll), dan Penyakit Keganasan / Kanker (Payudara, Paru, Hati, Prostat dIl).

3. Di samping itu pula Nabi menganjurkan agar mendinginkan makanan/minuman sebeum dimakan, dengan sabdanya,“Dinginkanlah makanan / minuman kamu sesungguhnva tidak ada kebaikan pada makanan / minuman yang panas.’ (HR. Al-Hakim dan Ad-Dailami). Mendinginkannya tidak dengan ditiup dengan napas karena ini juga dilarang oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam (HR ibnu Majah).
Dari bidang Gastroenterologi diketahui bahwa makanan yang panas dapat menyebabkan perlukaan pada selaput lendir saluran cerna yang menyebabkan rasa sakit, perih, rasa panas, kembung, rasa penuh, mual, rasa seperti diiris dll (“Syndroma dyspepsia/Gastritis”). 

4.Tidak minum Alkohol dan apa saja yang merusak tubuh
Allah berfirman, “Mereka bertanya tentang “khamar’ dan judi, katakanlah, pada keduanya ada bahaya yang besar dan pula manfaat pada manusia, dan bahayanya lebih besar dari manfaatnya.” (QS. Al-Baqarah: 219).
Pada ayat lain dikatakan oleh Allah, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. ‘(QS. 5: 90)
Khamar adalah segala sesuatu yang memabukkan, misalnya alkohol.
Oleh para ahli, alkohol diketahui dapat menimbulkan kerusakan pada seluruh bagian tubuh manusia, seperti sistem syaraf, pembuluh darah, jantung, hati, saluran cerna dll.
Demikian pula bahan-bahan lain yang dapat merusak sel-sel tubuh sehingga dapat menimbulkan gangguan fungsi alat tubuh dan penyakit. Karena itu, maka segala penyebab kebinasaan yang merusak itu wajib dijauhi, sebagaimana larangan Allah, “Jangan campakkan dirimu ke dalam kebinasaan.‘ (QS Al-Baqarah: 195)
Termasuk disini adalah rokok yang sudah nyata menimbulkan kerusakan jantung, pembuluh darah, cerna, gigi, paru-paru, nafas, kulit dan lain-lain.

II. KEBERSIHAN
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda,“Bersihkan halaman-halaman karena Yahudi tidak membersihkan halaman – halaman mereka. (HR. Thabrani, lihat Silsilah Shahihah:1/418, no.236)
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Sesungguhnva Allah lndah, menyukai keindahan, bersih menyukai kebersihan, Mulia menyukai kemuliaan dan Dermawan menyukai kedermawanan, maka bersihkanlah halaman-halamanmu dan janganlah meniru orang-orang yahudi. (HR tirmidzi 2723, dhaif).
Dalam Al-Quran Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan diturunkan padamu air dari langit hujan untuk alat pembersih dirimu.” (Qs. Al-Anfal: 11).
Di ayat lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan pakaianmu bersihkanlah.” (Qs. Al-Muddatstsir: 4).
Diriwayatkan oleh para sahabat bahwa mereka tidak pernah melihat noda atau kotoran pada baju Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam walaupun beliau menyukai pakaian yang berwarna putih. Juga mereka tidak pernah mencium bau tidak sedap pada diri Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Demkian pula Nabi melarang para sahabat
masuk ke masjid apabila ada bau tidak sedap padanya dan memerintahkan memakai harum-haruman dan mandi apabila ke masjid pada hari jumat.
Beliau tidak suka melihat salah seorang sahabat yang rambutnya tidak terurus rapi apabila menghadap beliau, dan memerintahkan untuk mencuci dan menyisir yang rapi terlebih dahulu.
Demikian pula Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan para sahabat/umatnya agar bersiwak/ membersihkan gigi tiap akan sholat, memotong kuku tiap jumat dan mencukur rambut ketiak dan rambut aurat minimal sekali dalam setiap 40 hari. Ini semua mencerminkan betapa hesar perhatian beliau pada kebersihan perorangan.
Selanjutnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menganjurkan para sahabat agar memberi tutup pada tempat makan dan minumannya (HR.Ahmad). Anjuran ini sekarang diketahui penting dalam mencegah pencemaran makanan oleh mikroba dan lain-lain bahan yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia, dan masih banyak hadits lain yang memerintahkan umat Islam agar menjaga kebersihan. Kebersihan badan pakaian, makanan, rumah dan lingkungan yang semuanya ini bermanfaat untuk menjaga kesehatan.
Kita mengenal ungkapan “Kebersihan Pangkal Kesehatan”.
Untuk lebih jelasnya silakan rujuk kitab Subu al-Huda wa al Rasyad Fi Shirah Khairil ibad karya Imam Muhammad ibn Yusuf alShalihi al-Syami (w. 942 H), tahqiq wa ta’liq Syaikh Adil Ahmad Ahmad Abdul Maujud dan Syaikh Ali Muhammad Muawwidh, di sana ada kumpulan bab-bab perjalanan Rasulullah yang berkaitan dengan kedokte ran dan kesehatan.
Dengan menjaga kebersihan ini, maka manusia akan terhindar dan berbagai penyakit infeksi, seperti Tipus, Hepatitis, Muntah-berak (muntaber), Disentri, TBC, Pilek, Bronkhitis, Demam bendarah, Malaria, Kudis, Panu-Kurap, AIDS, Siphilis dan lain lain penyakit infeksi yang merupakan penyakit terbanyak pada masyarakat di negara-negara bet kembang.

IlI.OLAH RAGA.
Olah raga bermanfaat untuk kesehatan. Oleb karenanya, dengan berolahraga yang teratur, terukur dan bersitat aerobik akan memberikan banyak manfaat antara lain adalah mencegah kegemukan dengan seqala dampak negatifnya, menguatkan dan lebih mengefisienkan kerja otot-otot tubuh seperti otot jantung, otot pernafasan dan otot-otot rangka tubuh, dan lebih melancarkan aliran darah sehingga suplai zat-zat nutnisi ke sel-sel tubuh serta pembuangan bahan-bahan sisa dan sel-sel tubuh menjadi lebih baik. Keadaan ini sangat menguntungkan bagi kesehatan sel-sel tubuh yang menyusun
organ/alat tubuh.

Nabi suka berolah raga. Diriwayatkan oleh Siti Aisyah radhiyallauanha bahwa beliau suka mengajak Siti Aisyah berlomba lari sejak Aisyah masih belia sampai tua.

Diriwayatkan pula bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam suka berjalan kaki walaupun kuda dan unta telah tersedia untuk beliau. Diriwayatkan pula, bahwa cara jalan Nabi adalah seperti jalannya orang yang menuruni bukit. Yaitu jalan cepat.

Demikian pula, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pernah mewajibkan para orang tua untuk mengajarkan renang dan memanah kepada putra-putrinya. (HR.Al-Hakim). Lari, jalan cepat dan renang merupakan jenis olah raga aerobik yang dianjurkan saat ni oleh para pakar kesehatan olah raga untuk menjaga kebugaran.

IV.KETENANGAN JIWA
Ketenangan jiwa diperlukan untuk keserasian fungsional organ-organ tubuh. Sebaliknya ketegangan, kecemasan, emosi, akan menimbulkan gangguan fungsional pada organ-organ tubuh seperti sistem pencernaan. pernapasan, jantung, pembuluh darah, syaraf, hormonal dll.
Seorang yang gelisah, gundah, resah hati akan mengalami gangguan konsentrasi, gangguan tidur, sakit kepala, berdebar, sesak, tidak nafsu makan, mulas, mencret, sering mau kencing, dan keluhan keluhan lain, sehingga akan mengganggu aktifitas hariannya.
Ketenangan hati diperlukan untuk kesempurnaan / kelancaran kerja seluruh alat tubuh.
Membaca serta memahami Al-Qur’an atau dzikrullah bagi seorang mukmin merupakan obat untuk ketenangan hatinya.
Dalam Al-Quran, Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Wahai sekalian manusia telah datang kepadamu pelajaran (Al Quran) dari Tuhanmu, dan sebagai obat untuk yang ada dalam dada (“qalbun”/ hati), dan petunjuk serta rahmat bagi mereka yang beriman. “(Yunus;57).
Di surat lain, Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Orang-orang yang beriman akan menjadi tenang hatinya dengan dzikir kepada Allah, Ketahuilah bahwasanya dengan dzikir kepada Allah hati akan menjadi tenang.” (QS.Ar-Raad: 28).
Demikian jaminan Allah bagi orang yang beriman.
Seorang yang benar-benar beriman menurut firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala yang artinya, “Adalah mereka yang apabila disebut nama Allah bergetarlah hatinya, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah bertambahlah keimanannya, dan kepada Tuhannya mereka bertawakkal, mereka mendirikan shalat dan menginfaqkan sebagian rezekinya, demikianlah orang yang benar-benar beriman (QS. Al-Anfal: 2-4).
Orang yang beriman akan terjauh dan perasaan cemas, gelisah, resah, atau sakit hati yang berlebihan dan semacamnya oleh karena dia percaya dengan yakin akan adanya Allah yang Mengasih dan Maha penyayang kepada hambaNya serta percaya akan ketentuan taqdir.
Dalam Al-Qur’an Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Apabila hambaKu bertanya tentang Aku, katakanlah ahwasanya Aku ini dekat sekali, kukabulkan permohonan hambaKu apabila memohon, maka patuhlah kepadaKu dan berimanlah kepadaKu. “(QS. Al-Baqarah: 186)
Dengan pernyataan Allah ini seorang mukmin yang bertaqwa kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala akan selalu dalam keadaan tenang tidak akan gelisah / resah / cemas walaupun menghadapi situasi yang bagaimanapun, karena merasa Allah selalu bersamanya dan mendengar serta mengabulkan permohonan hambaNya.
Menurut para ahli kesehatan, tidur 6 jam sehari diperlukan untuk terapi ketenangan jiwa.
Dalam Al-Quran petunjuk waktu istirahat / tidur untuk orang dewasa yaitu sesudah Sholat dzuhur (tengah hari) dan sesudah Sholat ‘isya’, sebagaimana firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh diantara kamu, meminta izin k epada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah shalat Isya. (ltulah) tiga aurat bagi kamu.Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selama dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah rnenjelaskan ayat-ayat bagi kamu.Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana’.(QS. 24:58)

V.SUKA BELAJAR/MEMBACA:
Belajar / olah pikir/ konsentrasi menurut Ahli Neurologi antara lain akan memacu produksi “neurotransmitter di otak, atau dikatakan menyebabkan jaringan serabut syaraf di otak menjadi rimbun, keadaan ini bermanfaat dalam mencegah kepikunan (“Dementia senilis”), yang akan terjadi pada lansia karena proses degenerasi sistem syaraf. Agama Islam sangat menganjurkan bahkan mewajibkan kegiatan belajar ini dan konsentrasi penuh (khusuk).
Firman Allah yang pertama turun adalah surat iqra’ (bacalah) yang mengandung perintah untuk membaca dan belajar. Dalam ayat lain Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman yang artinya,”Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan yang berilmu pengetahuan.” (QS. Al-Mujadilah: 11).
Selanjutnya dalam beberapa Hadist dapat diketahui betapa Islam sangat menganjurkan bahkan mewajibkan umatnya untuk selalu menuntut ilmu. Hadist Anas yang berbunyi,” Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim.’(HR. lbnu Majah, Shahih at-Targhib: 72) dan hadits-hadits lainnya.
PENUTUP
Kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat adalah merupakan harapan setiap insan. Dan ini harus diupayakan sesuai dengan firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala yang artinya, “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna,”(QS. 53: 39-41)
Agama Islam telah memberikan petunjuk dan upaya-upaya tersebut agar dilaksanakan oleh para pemeluknya. Oleh karena itu sepatutnyalah kita patuhi perintah agama secara keseluruhan, tidak sepotong-sepotong.
Mudah-mudahan Allah memberikan kemudahan bagi kita untuk melaksanakannya, dan kita berharap akan kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat dan diselamatkan dan api neraka, Aamiin.